Tinjauan
Belum banyak masyarakat
Indonesia mengetahui bahwa Benteng Keraton Buton merupakan benteng terluas dan
terunik di dunia. Terletak di kota Baubau Sulawesi Tenggara. Benteng ini
mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) dan Guiness Book Record pada September 2006 sebagai
benteng terluas di dunia yaitu 23,375 hektar. Keberadaan benteng tersebut
dahulunya membawa pengaruh besar bagi keberadaan Kerajaan Islam Buton sehingga
mampu bertahan selama kurang lebih 4 abad.
Benteng Keraton Buton yang aslinya disebut Keraton Wolio ini berbentuk huruf dhaldalam alpabet Arab yang diambil dari huruf terakhir nama Nabi Muhammad saw. Panjang keliling benteng tersebut 3 kilometer dengan tinggi rata-rata 4 meter dan lebar atau ketebalan 2 meter. Panjang keliling benteng adalah 2.740 meter yang mengintari perkampungan adat asli Buton dengan rumah-rumah tua yang tetap terpelihara hingga saat ini. Jadi di sini Anda juga dapat menikmati budaya masyarakatnya yang masih menerapkan adat istiadat asli dikemas dalam beragam tampilan seni budaya dan kerap ditampilkan pada upacara upacara adat.
Benteng Keraton Buton merupakan peninggalan Kesultanan Buton yang dibangun pada abad ke-16 oleh Sultan Buton III bernama La Sangaji yang bergelar Sultan Kaimuddin (1591-1596). Benteng ini awalnya hanya dibangun dalam bentuk tumpukan batu yang disusun mengelilingi komplek istana kemudian sekaligus sebagai pagar pembatas antara komplek istana dengan perkampungan masyarakat sekitarnya. Pada masa pemerintahan Sultan Buton IV yang bernama La Elangi atau Sultan Dayanu Ikhsanuddin, benteng tersebut dijadikan bangunan permanen.
Benteng Keraton Buton ini memiliki bentuk arsitek yang cukup unik, terbuat dari batu kapur gunung. Benteng ini memiliki 12 pintu gerbang yang disebut Lawa dan 16 emplasemen meriam yang mereka sebut Baluara. Karena letaknya pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup terjal memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di zamannya.
Benteng Keraton Buton di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, merupakan bangunan terunik di antara benteng yang ada di seluruh dunia. Konstruksi benteng setinggi 1,5 meter hingga 2 meter tersebut tersusun dari batu-batu gunung dengan menggunakan perekat berupa adonan kapur dicampur cairan putih telur. Di seluruh dunia, tidak ada benteng dengan konstruksi bangunan seperti itu. Pada umumnya, benteng dibangun menggunakan perekat berupa pasir dicampur semen.
Di dalam benteng terdapat bangunan masjid yang juga konstruksi bangunannya sama seperti bangunan benteng. Di depan masjid, terdapat tiang bendera yang tingginya 33 meter. Uniknya, tiang bendera yang sudah berusia kurang lebih 400 tahun dan tidak lapuk oleh hujan dan tidak lekang oleh teriknya matahari. Tiang bendera yang saat ini masih berdiri kokoh di depan Masjid Keraton Buton tersebut berbahan kayu yang berasal dari Patani, Thailand dan dibawa para saudagar yang menjadi mitra Sultan Buton.
Keunikan lain dari Benteng Keraton Buton adalah pintu masuk benteng terdiri atas 12 pintu. Oleh masyarakat Buton, pintu sebanyak itu diidentikan dengan jumlah lubang dalam tubuh manusia yaitu dua lubang mata, dua lubang hidung, dua lubang telinga, satu lubang anus, satu lubang mulut, satu lubang kecing, satu saluran sperma, satu lubang pusat, dan satu lobang keringat atau pori-pori. Lubang keluarnya sperma pada tubuh manusia, dianalogikan dengan pintu rahasia kerajaan, yakni pintu tempat keluarnya keluarga kerajaan apabila ada bahaya yang mengancam kerajaan.
Benteng Keraton Buton yang aslinya disebut Keraton Wolio ini berbentuk huruf dhaldalam alpabet Arab yang diambil dari huruf terakhir nama Nabi Muhammad saw. Panjang keliling benteng tersebut 3 kilometer dengan tinggi rata-rata 4 meter dan lebar atau ketebalan 2 meter. Panjang keliling benteng adalah 2.740 meter yang mengintari perkampungan adat asli Buton dengan rumah-rumah tua yang tetap terpelihara hingga saat ini. Jadi di sini Anda juga dapat menikmati budaya masyarakatnya yang masih menerapkan adat istiadat asli dikemas dalam beragam tampilan seni budaya dan kerap ditampilkan pada upacara upacara adat.
Benteng Keraton Buton merupakan peninggalan Kesultanan Buton yang dibangun pada abad ke-16 oleh Sultan Buton III bernama La Sangaji yang bergelar Sultan Kaimuddin (1591-1596). Benteng ini awalnya hanya dibangun dalam bentuk tumpukan batu yang disusun mengelilingi komplek istana kemudian sekaligus sebagai pagar pembatas antara komplek istana dengan perkampungan masyarakat sekitarnya. Pada masa pemerintahan Sultan Buton IV yang bernama La Elangi atau Sultan Dayanu Ikhsanuddin, benteng tersebut dijadikan bangunan permanen.
Benteng Keraton Buton ini memiliki bentuk arsitek yang cukup unik, terbuat dari batu kapur gunung. Benteng ini memiliki 12 pintu gerbang yang disebut Lawa dan 16 emplasemen meriam yang mereka sebut Baluara. Karena letaknya pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup terjal memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di zamannya.
Benteng Keraton Buton di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, merupakan bangunan terunik di antara benteng yang ada di seluruh dunia. Konstruksi benteng setinggi 1,5 meter hingga 2 meter tersebut tersusun dari batu-batu gunung dengan menggunakan perekat berupa adonan kapur dicampur cairan putih telur. Di seluruh dunia, tidak ada benteng dengan konstruksi bangunan seperti itu. Pada umumnya, benteng dibangun menggunakan perekat berupa pasir dicampur semen.
Di dalam benteng terdapat bangunan masjid yang juga konstruksi bangunannya sama seperti bangunan benteng. Di depan masjid, terdapat tiang bendera yang tingginya 33 meter. Uniknya, tiang bendera yang sudah berusia kurang lebih 400 tahun dan tidak lapuk oleh hujan dan tidak lekang oleh teriknya matahari. Tiang bendera yang saat ini masih berdiri kokoh di depan Masjid Keraton Buton tersebut berbahan kayu yang berasal dari Patani, Thailand dan dibawa para saudagar yang menjadi mitra Sultan Buton.
Keunikan lain dari Benteng Keraton Buton adalah pintu masuk benteng terdiri atas 12 pintu. Oleh masyarakat Buton, pintu sebanyak itu diidentikan dengan jumlah lubang dalam tubuh manusia yaitu dua lubang mata, dua lubang hidung, dua lubang telinga, satu lubang anus, satu lubang mulut, satu lubang kecing, satu saluran sperma, satu lubang pusat, dan satu lobang keringat atau pori-pori. Lubang keluarnya sperma pada tubuh manusia, dianalogikan dengan pintu rahasia kerajaan, yakni pintu tempat keluarnya keluarga kerajaan apabila ada bahaya yang mengancam kerajaan.
Akomodasi
Ada banyak penginapan dapat
Anda temukan di kota Baubau dan menyesuaikannya pada kebutuhan Anda. Berikut
ini beberapa referensinya.
Hotel Liliana
Jalan R.A. Kartini No. 18,
Bau-Bau, Buton - Sulawesi Tenggara
Telp : (402) 21197
Hotel Debora
Jl. R.A. Kartini No. 15
Bau-Bau, Buton - Sulawesi Tenggara
Telp : (0402) 21203
Hotel Mira Bau Bau Sulawesi Tenggara
Jalan Mawar 7 Bau Bau, Buton - Sulawesi Tenggara
Hotel Liliana
Jalan R.A. Kartini No. 18,
Bau-Bau, Buton - Sulawesi Tenggara
Telp : (402) 21197
Hotel Debora
Jl. R.A. Kartini No. 15
Bau-Bau, Buton - Sulawesi Tenggara
Telp : (0402) 21203
Hotel Mira Bau Bau Sulawesi Tenggara
Jalan Mawar 7 Bau Bau, Buton - Sulawesi Tenggara
Berbelanja
Cobalah berkunjung ke showroom
Dewan Kerajinan Nasional Sultra di depan lorong Transito atau ke toko Souvenir
Bravo di depan Hotel Imperial Wua-Wua. Di sini Anda dapat menemukan tenunan
khas Buton dan kerajinan perak. Ada sekitar 100 jenis kain tenunan khas Buton
yang tercipta dari tangan-tangan terampil masyarakat Buton dapat Anda jadikan
oleh-oleh.
Selain itu di tempat tersebut Anda akan melihat keterampilan prosesnya yang cukup rumit, tak heran jika harga tenunan tradisional per-meternya bisa mencapai ratusan ribu. Untuk kerajinan dari perak bentuknya adalah perhiasan seperti cincin, kalung, bros, dan lain-lain. Untuk pesanan khusus mereka bisa menyelesaikannya selama sekitar 4 hari dengan harga Rp 17.000,00/gram.
Ada juga anyaman hagel dalam bentuk tas, topi, dan beragam bentuk lainnya. Selain anyaman dari tali hagel, ada juga kerajinan khas yang disebut anyaman nentu yang berasal dari Pulau Muna. Nentu ini bisa dijadikan topi, tas, tudung saji, tempat buah, dan lain-lain. Beberapa barang alternatif lain adalah madu kolaka, mutiara buton, bagea kendari, mente dari lombe, dan masih banyak lagi.
Selain itu di tempat tersebut Anda akan melihat keterampilan prosesnya yang cukup rumit, tak heran jika harga tenunan tradisional per-meternya bisa mencapai ratusan ribu. Untuk kerajinan dari perak bentuknya adalah perhiasan seperti cincin, kalung, bros, dan lain-lain. Untuk pesanan khusus mereka bisa menyelesaikannya selama sekitar 4 hari dengan harga Rp 17.000,00/gram.
Ada juga anyaman hagel dalam bentuk tas, topi, dan beragam bentuk lainnya. Selain anyaman dari tali hagel, ada juga kerajinan khas yang disebut anyaman nentu yang berasal dari Pulau Muna. Nentu ini bisa dijadikan topi, tas, tudung saji, tempat buah, dan lain-lain. Beberapa barang alternatif lain adalah madu kolaka, mutiara buton, bagea kendari, mente dari lombe, dan masih banyak lagi.
Transportasi
Mulailah perjalanan Anda dari
Kota Kendari yang dicapai dengan pesawat selama 1 jam atau kapal laut sekitar 4
jam. Kemudian lanjutkan perjalanan menuju Kelurahan Melai di Kecamatan
Betoambari di Kota Baubau.
Kuliner
Di Kota Bau-Bau ada banyak
tempat untuk memenuhi selera makan Anda. Terdapat sekitar 50-an jenis warung
makan yang bisa disebut berkelas dan letaknya antara satu dengan yang lainnya
tidak berjauhan.
Aneka kuliner tradisonal di Pujaserata Betoambari
Kawasan Pujaserata atau Pusat jajanan serba ada dan tradisonal Betoambari terletak di kompleks Alun-alun Betoambari. Awalnya tempat ini merupakan stadion olah raga tetapi kemudian diubah menjadi ruang umum terbuka. Di sini Anda akan mendapatkan pusat jajanan yang higienis dengan harga yang terjangkau. Semua jajanan di sini terbingkai dalam etalase kaca. Mengapa tidak beranikan juga diri Anda untuk meminta resep kuliner atau kudapan di sini selain tentunya oleh-oleh untuk dibawa pulang. Beragam aneka kudapan dari makanan hingga kue-kue tradisonal tersedia. Salah satunya kasuami dan tuli-tuli yang terbuat dari ubi singkong. Ada juga beragam sayuran, ikan-ikanan siap untuk Anda santap. Mirip seperti pusat jajanan di kawasan Senen Jakarta tetapi lebih nyaman dengan panorama terbuka, cocok untuk santap malam bersama keluarga.
Kuliner di Pantai Kamali
Pantai Kamali merupakan kawasan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Di sini Anda bisa menikmati jajanan khas sepanjang pantai. Seperti pantai Losari di Makassar maka di Kamali Anda juga akan dapatkan pantainya yang sangat bersih dan menikmati suasana pecinan.
Makanan modern akan Anda dapatkan di Lakeba Resort. Sebuah restoran dengan panorama teluk Baubau. Andapun dapat memancing di sini. Resort Lakeba terletaknya 7 km dari pusat kota Bau-Bau. Ada juga Restoran Silvana dengan menu khas ayam goreng-nya dan parende yaitu ikan berkuah.
Anda perlu juga mencicipi kabuto yaitu makanan khas masyarakat Buton yang berbahan dasar adalah ubi kayu yang telah dikeringkan dan dibiarkan berjamur. Semakin lama disimpan dalam keadaan kering maka akan makin enak rasa dan aromanya. Cobalah dicampur kelapa parut dan ditambah menu ikan asin goreng sebagai lauknya maka benar-benar memanjakan lidah Anda. Menu khas ini dapat Anda jumpai di desa-desa nelayan pesisir pantai Sulawesi Tenggara.
Aneka kuliner tradisonal di Pujaserata Betoambari
Kawasan Pujaserata atau Pusat jajanan serba ada dan tradisonal Betoambari terletak di kompleks Alun-alun Betoambari. Awalnya tempat ini merupakan stadion olah raga tetapi kemudian diubah menjadi ruang umum terbuka. Di sini Anda akan mendapatkan pusat jajanan yang higienis dengan harga yang terjangkau. Semua jajanan di sini terbingkai dalam etalase kaca. Mengapa tidak beranikan juga diri Anda untuk meminta resep kuliner atau kudapan di sini selain tentunya oleh-oleh untuk dibawa pulang. Beragam aneka kudapan dari makanan hingga kue-kue tradisonal tersedia. Salah satunya kasuami dan tuli-tuli yang terbuat dari ubi singkong. Ada juga beragam sayuran, ikan-ikanan siap untuk Anda santap. Mirip seperti pusat jajanan di kawasan Senen Jakarta tetapi lebih nyaman dengan panorama terbuka, cocok untuk santap malam bersama keluarga.
Kuliner di Pantai Kamali
Pantai Kamali merupakan kawasan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Di sini Anda bisa menikmati jajanan khas sepanjang pantai. Seperti pantai Losari di Makassar maka di Kamali Anda juga akan dapatkan pantainya yang sangat bersih dan menikmati suasana pecinan.
Makanan modern akan Anda dapatkan di Lakeba Resort. Sebuah restoran dengan panorama teluk Baubau. Andapun dapat memancing di sini. Resort Lakeba terletaknya 7 km dari pusat kota Bau-Bau. Ada juga Restoran Silvana dengan menu khas ayam goreng-nya dan parende yaitu ikan berkuah.
Anda perlu juga mencicipi kabuto yaitu makanan khas masyarakat Buton yang berbahan dasar adalah ubi kayu yang telah dikeringkan dan dibiarkan berjamur. Semakin lama disimpan dalam keadaan kering maka akan makin enak rasa dan aromanya. Cobalah dicampur kelapa parut dan ditambah menu ikan asin goreng sebagai lauknya maka benar-benar memanjakan lidah Anda. Menu khas ini dapat Anda jumpai di desa-desa nelayan pesisir pantai Sulawesi Tenggara.
Kegiatan
Dari tepi benteng yang sampai
saat ini masih berdiri kokoh Anda dapat menikmati pemandangan kota Bau-Bau dan
mengamati hilir mudiknya kapal di selat Buton dengan jelas dari ketinggian.
Pemandangan dari ketinggian memungkinkan Anda menikmati pemandangan yang
menyejukan.
Di dalam kawasan benteng dapat Anda dijumpai berbagai peninggalan sejarah Kesultanan Buton. Seperti bdili atau meriam yang terbuat dari besi tua berukuran 2 sampai 3 depa. Meriam ini bekas persenjataan Kesultanan Buton peninggalan Portugis dan Belanda yang dapat ditemui hampir pada seluruh benteng di Kota Bau-Bau.
Ada juga lawa (pintu gerbang) berfungsi sebagai penghubung keraton dengan perkampungan yang ada di sekeliling benteng keraton. Terdapat 12 lawa pada benteng keraton dimana oleh masyarakat setempat dipersepsikan sebagai jumlah lubang pada tubuh manusia. 12 lawa tersebut memiliki nama sesuai dengan gelar orang yang mengawasinya, penyebutan lawa dirangkai dengan namanya. Kata lawa diimbuhi akhiran 'na' menjadi 'lawana'. Akhiran 'na' dalam bahasa Buton berfungsi sebagai pengganti kata milik "nya". 12 Nama lawa tersebut adalahlawana rakia, lawana lanto, lawana labunta, lawana kampebuni, lawana waborobo, lawana dete, lawana kalau, lawana wajo (bariya), lawana burukene (tanailandu), lawana melai (baau), lawana lantongau dan lawana gundu-gundu.
Satu lagi jangan Anda lewatkan melihat baluara. Baluara dibangun sebelum benteng keraton didirikan pada tahun 1613 pada masa pemerintahan La Elangi atau Dayanu Ikhsanuddin sebgai sultan Buton ke-4. Dibangun bersamaan dengan pembangunan 'godo' (gudang). Dari 16 baluara dua diantaranya memiliki godo yang terletak di atas baluara tersebut. Masing-masing berfungsi sebagai tempat penyimpanan peluru dan mesiu. Setiap baluara memiliki bentuk yang berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi lahan dan tempatnya. Nama-nama baluara dinamai sesuai dengan nama kampung tempat baluara tersebut berada sejak masa Kesultanan Buton. 16 Nama Baluara tersebut adalah baluarana gama, baluarana litao, baluarana barangkatopa, baluarana wandailolo, baluarana baluwu, baluarana dete, baluarana kalau, baluarana godona oba, baluarana wajo/bariya, baluarana tanailandu, baluarana melai/baau, baluarana godona batu, baluarana lantongau, baluarana gundu-gundu, baluarana siompu dan baluarana rakia.
Perkampungan Adat Buton
Perkampungan adat asli Buton dengan rumah-rumah tua di kawasan benteng tetap terpelihara hingga saat ini. Budaya asli tersebut dikemas dalam beragam keunikan seni budaya yang sering ditampilkan dalam upacara adat. Masyarakat Buton memiliki ratusan jenis bahasa dengan dialek tersendiri tersebar di 72 wilayah yang persatukan dalam Bahasa Wolio. Kehidupan masyarakatnya dapat Anda turut rasakan penuh kedamaian dan persaudaraan.
Di dalam kawasan benteng keraton terdapat aktivitas masyarakat yang tetap melakukan berbagai macam ritual layaknya yang terjadi pada masa kesultanan berabad abad lalu. Penduduk di sekitarnya tersebut merupakan pewaris keturunan dari keluarga bangsawan Keraton Buton masa lalu.
Berburu Koin
Berebut mata uang (koin) menjadi salah satu daya tarik wisata di Buton. Anda akan menyaksikan demonstrasi penyelaman koin atau terkadang barang apa saja yang dilempar ke air lalu diburu oleh anak-anak setempat umumnya di bawah 10 tahun. Anak-anak tersebut memperebutkan koin di kolam pelabuhan Murhum Baubau dan sering disaksikan masyarakat Buton sendiri.
Jadi siapkan uang recehan Anda secukupnya. Sebab di kolam pelabuhan Murhum Baubau, Anda pasti diminta melemparkan koin oleh kawanan anak-anak yang sedang bermain-main di perairan kolam pelabuhan tersebut. Mereka berpakaian setengah telanjang, bahkan ada yang tak berbusana sama sekali. Anak-anak kecil ini akan menunjukan kemahiran menyelam memburu koin yang terbenam di air. Koin-koin kecil tersebut tidak akan lolos dari pengamatan mereka, lalu setiap kali mendapatkannya maka mereka perlihatkan penuh kegirangan kepada para penumpang sementara kapal melaju meninggalkan Pelabuhan Murhum Baubau.
Permainan memperebutkan koin ini hanya bisa dilihat di perairan Desa Baruta, Kabupaten Buton. Pemandangan ini muncul 1 jam setelah pelayaran dari Baubau menunju Raha, ibu kota Kabupaten Muna, atau sebaliknya menjelang satu jam sebelum kapal yang ditumpangi merapat di dermaga pelabuhan Murhum Baubau atau disaksikan di kolam pelabuhan Baubau. Atraksi anak-anak ini juga dapat disaksikan setiap penyelenggaraan Festival Keraton Buton (Buton Palace Festival) yang digelar secara rutin setiap tanggal 12-13 September.
Batu Popaua dan Masjid Agung Keraton Buton
Batu Wolio adalah batu berwarna gelap dimana di batu inilah masyarakat setempat mengangkat seorang putri cantik bernama Wakaa-Kaa yang kemudian dijadikan ratu. Pelantikannya dilakukan di atas batu popaua. Batu ini berada sekitar 200 meter dari batu Wolio. Permukaan batu popaua hampir rata dengan tanah, namun mempunyai lekukan berukuran hampir sama dengan telapak kaki manusia. Di lekukan itulah putri Wakaa-kaa menginjakkan kaki kanannya sambil mengucapkan sumpah jabatan sebagai ratu di bawah payung yang diputar sebanyak tujuh kali. Karena itu batu tersebut disebut batu popaua (batu tempat diputarkan payung raja). Tradisi pelantikan ratu atau raja di atas batu tersebut berjalan hingga di zaman kesultanan, bentuk pemerintahan kerajaan Buton setelah masuknya Islam.
Batu popaua terletak di bukit kecil tempat berdirinya Masjid Agung Keraton Buton. Masjid ini dibangun tahun 1712 di masa pemerintahan Sultan Buton XIX bernama Lang Kariri dengan gelar Sultan Sakiuddin Darul Alam. Masjid ini berukuran 21 x 22 meter itu memiliki tiang bendera di sisi sebelah timur. Di tiang ini juga digunakan sebagai tempat pelaksanaan hukuman gantung menurut hukum Islam.
Di belakang mimbar masjid terdapat pintu gua yang disebut “pusena tanah”. Dipercaya masyarakat setempat dari dalam gua itu keluar suara azan pada suatu hari Jumat yang kemudian menjadi latar belakang pendirian masjid di tempat tersebut. Masjid ini pernah direhabilitasi tahun 1930-an, pintu gua tadi ditutup dengan semen sehingga ukurannya lebih kecil menjadi sebesar bola kaki. Lubangnya diberi penutup dari papan yang bisa dibuka oleh siapa yang ingin melihat pintu gua itu.
Kamali Badia itu sendiri tidak lebih dari rumah konstruksi kayu khas Buton sebagaimana rumah anjungan Sultra di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta. Di salah sebuah kamar Kamali Badia, masih di kompleks keraton, terdapat meriam bermoncong naga. Meriam bersimbol naga tersebut masih memiliki peluru dan bisa diledakkan.
Kamali Baubau
Di kota Bau Bau ada istana yang dahulunya cukup megah meski sekarang tidak terawat lagi. Istana tersebut dibangun tahun 1922 dengan bantuan Belanda sehingga para sultan tak mau berdiam di dalamnya. Di awal kemerdekaan sempat menjadi sekolah AMS (Amtenaar Middlebare School), kemudian menjadi kampus Universitas Dayanu Ikhsanuddin (Unidayan).
Di dalam kawasan benteng dapat Anda dijumpai berbagai peninggalan sejarah Kesultanan Buton. Seperti bdili atau meriam yang terbuat dari besi tua berukuran 2 sampai 3 depa. Meriam ini bekas persenjataan Kesultanan Buton peninggalan Portugis dan Belanda yang dapat ditemui hampir pada seluruh benteng di Kota Bau-Bau.
Ada juga lawa (pintu gerbang) berfungsi sebagai penghubung keraton dengan perkampungan yang ada di sekeliling benteng keraton. Terdapat 12 lawa pada benteng keraton dimana oleh masyarakat setempat dipersepsikan sebagai jumlah lubang pada tubuh manusia. 12 lawa tersebut memiliki nama sesuai dengan gelar orang yang mengawasinya, penyebutan lawa dirangkai dengan namanya. Kata lawa diimbuhi akhiran 'na' menjadi 'lawana'. Akhiran 'na' dalam bahasa Buton berfungsi sebagai pengganti kata milik "nya". 12 Nama lawa tersebut adalahlawana rakia, lawana lanto, lawana labunta, lawana kampebuni, lawana waborobo, lawana dete, lawana kalau, lawana wajo (bariya), lawana burukene (tanailandu), lawana melai (baau), lawana lantongau dan lawana gundu-gundu.
Satu lagi jangan Anda lewatkan melihat baluara. Baluara dibangun sebelum benteng keraton didirikan pada tahun 1613 pada masa pemerintahan La Elangi atau Dayanu Ikhsanuddin sebgai sultan Buton ke-4. Dibangun bersamaan dengan pembangunan 'godo' (gudang). Dari 16 baluara dua diantaranya memiliki godo yang terletak di atas baluara tersebut. Masing-masing berfungsi sebagai tempat penyimpanan peluru dan mesiu. Setiap baluara memiliki bentuk yang berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi lahan dan tempatnya. Nama-nama baluara dinamai sesuai dengan nama kampung tempat baluara tersebut berada sejak masa Kesultanan Buton. 16 Nama Baluara tersebut adalah baluarana gama, baluarana litao, baluarana barangkatopa, baluarana wandailolo, baluarana baluwu, baluarana dete, baluarana kalau, baluarana godona oba, baluarana wajo/bariya, baluarana tanailandu, baluarana melai/baau, baluarana godona batu, baluarana lantongau, baluarana gundu-gundu, baluarana siompu dan baluarana rakia.
Perkampungan Adat Buton
Perkampungan adat asli Buton dengan rumah-rumah tua di kawasan benteng tetap terpelihara hingga saat ini. Budaya asli tersebut dikemas dalam beragam keunikan seni budaya yang sering ditampilkan dalam upacara adat. Masyarakat Buton memiliki ratusan jenis bahasa dengan dialek tersendiri tersebar di 72 wilayah yang persatukan dalam Bahasa Wolio. Kehidupan masyarakatnya dapat Anda turut rasakan penuh kedamaian dan persaudaraan.
Di dalam kawasan benteng keraton terdapat aktivitas masyarakat yang tetap melakukan berbagai macam ritual layaknya yang terjadi pada masa kesultanan berabad abad lalu. Penduduk di sekitarnya tersebut merupakan pewaris keturunan dari keluarga bangsawan Keraton Buton masa lalu.
Berburu Koin
Berebut mata uang (koin) menjadi salah satu daya tarik wisata di Buton. Anda akan menyaksikan demonstrasi penyelaman koin atau terkadang barang apa saja yang dilempar ke air lalu diburu oleh anak-anak setempat umumnya di bawah 10 tahun. Anak-anak tersebut memperebutkan koin di kolam pelabuhan Murhum Baubau dan sering disaksikan masyarakat Buton sendiri.
Jadi siapkan uang recehan Anda secukupnya. Sebab di kolam pelabuhan Murhum Baubau, Anda pasti diminta melemparkan koin oleh kawanan anak-anak yang sedang bermain-main di perairan kolam pelabuhan tersebut. Mereka berpakaian setengah telanjang, bahkan ada yang tak berbusana sama sekali. Anak-anak kecil ini akan menunjukan kemahiran menyelam memburu koin yang terbenam di air. Koin-koin kecil tersebut tidak akan lolos dari pengamatan mereka, lalu setiap kali mendapatkannya maka mereka perlihatkan penuh kegirangan kepada para penumpang sementara kapal melaju meninggalkan Pelabuhan Murhum Baubau.
Permainan memperebutkan koin ini hanya bisa dilihat di perairan Desa Baruta, Kabupaten Buton. Pemandangan ini muncul 1 jam setelah pelayaran dari Baubau menunju Raha, ibu kota Kabupaten Muna, atau sebaliknya menjelang satu jam sebelum kapal yang ditumpangi merapat di dermaga pelabuhan Murhum Baubau atau disaksikan di kolam pelabuhan Baubau. Atraksi anak-anak ini juga dapat disaksikan setiap penyelenggaraan Festival Keraton Buton (Buton Palace Festival) yang digelar secara rutin setiap tanggal 12-13 September.
Batu Popaua dan Masjid Agung Keraton Buton
Batu Wolio adalah batu berwarna gelap dimana di batu inilah masyarakat setempat mengangkat seorang putri cantik bernama Wakaa-Kaa yang kemudian dijadikan ratu. Pelantikannya dilakukan di atas batu popaua. Batu ini berada sekitar 200 meter dari batu Wolio. Permukaan batu popaua hampir rata dengan tanah, namun mempunyai lekukan berukuran hampir sama dengan telapak kaki manusia. Di lekukan itulah putri Wakaa-kaa menginjakkan kaki kanannya sambil mengucapkan sumpah jabatan sebagai ratu di bawah payung yang diputar sebanyak tujuh kali. Karena itu batu tersebut disebut batu popaua (batu tempat diputarkan payung raja). Tradisi pelantikan ratu atau raja di atas batu tersebut berjalan hingga di zaman kesultanan, bentuk pemerintahan kerajaan Buton setelah masuknya Islam.
Batu popaua terletak di bukit kecil tempat berdirinya Masjid Agung Keraton Buton. Masjid ini dibangun tahun 1712 di masa pemerintahan Sultan Buton XIX bernama Lang Kariri dengan gelar Sultan Sakiuddin Darul Alam. Masjid ini berukuran 21 x 22 meter itu memiliki tiang bendera di sisi sebelah timur. Di tiang ini juga digunakan sebagai tempat pelaksanaan hukuman gantung menurut hukum Islam.
Di belakang mimbar masjid terdapat pintu gua yang disebut “pusena tanah”. Dipercaya masyarakat setempat dari dalam gua itu keluar suara azan pada suatu hari Jumat yang kemudian menjadi latar belakang pendirian masjid di tempat tersebut. Masjid ini pernah direhabilitasi tahun 1930-an, pintu gua tadi ditutup dengan semen sehingga ukurannya lebih kecil menjadi sebesar bola kaki. Lubangnya diberi penutup dari papan yang bisa dibuka oleh siapa yang ingin melihat pintu gua itu.
Kamali Badia itu sendiri tidak lebih dari rumah konstruksi kayu khas Buton sebagaimana rumah anjungan Sultra di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta. Di salah sebuah kamar Kamali Badia, masih di kompleks keraton, terdapat meriam bermoncong naga. Meriam bersimbol naga tersebut masih memiliki peluru dan bisa diledakkan.
Kamali Baubau
Di kota Bau Bau ada istana yang dahulunya cukup megah meski sekarang tidak terawat lagi. Istana tersebut dibangun tahun 1922 dengan bantuan Belanda sehingga para sultan tak mau berdiam di dalamnya. Di awal kemerdekaan sempat menjadi sekolah AMS (Amtenaar Middlebare School), kemudian menjadi kampus Universitas Dayanu Ikhsanuddin (Unidayan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar